Selasa, 08 Januari 2013

Profil Penerima Program Perlindungan Sosial (Desa Cijengkol)



A.  Profil Desa Cijengkol
Desa Cijengkol terletak di kecamatan Serangpanjang, kabupaten Subang. Desa Cijengkol baru bergabung dengan kecamatan Serangpanjang pada tanggal 20 Mei 2008, sebelumnya desa Cijengkol berada dalam kecamatan Sagalaherang.
Berdasarkan penggunaannya, desa Cijengkol memiliki rincian luas wilayahnya sebagai berikut : luas tanah pemukiman 57,25 ha/m2, luas tanah persawahan 222 ha/m2, luas perkebunan 531 ha/m2, luas pemakaman 5,47 ha/m2, luas pekarangan 28,72 ha/m2, luas perkantoran 2,70 ha/m2, luas prasarana umum 7,31 ha/m2, dan total luas 854,45 ha/m2 .
Mata pencaharian masyarakat desa Cijengkol  adalah 929 pria dan 1195 wanita sebagai Petani, 978 pria dan 1101 wanita sebagai buruh tani, sembilan pria dan 33 wanita sebagai buruh migran, 32 pria dan 19 wanita sebagai pegawai negeri sipil, tujuh pria dan delapan wanita sebagai pedagang keliling, 69 pria sebagai Peternak, tujuh pria sebagai peternak ikan, tiga pria sebagai montir, satu wanita sebagai bidan, satu wanita sebagai perawat, enam pria TNI/Polri, 36 pria dan 27 wanita sebagai pensiunan PNS/TNI/Polri, 17 pria sebagai pengusaha kecil dan menengah, lima wanita sebagai dukun terlatih, 213 pria dan 27 wanita sebagai karyawan perusahaan swasta, 40 pria dan 51 wanita sebagai karyawan perusahaan pemerintah. Jumlah pria keseluruhannya 2346 jiwa dan wanita keseluruhannya 2369 jiwa, jumlah total penduduk adalah 4715 jiwa.
Desa Cijengkol mempunyai empat batas desa, yaitu batas utara adalah Talagasari, batas selatan adalah Cikujang, batas barat adalah Ponggang, dan batas timur adalah Dayeuh Kolot.
Potensi hasil galian desa Cijengkol adalah batu kali dan pasir. Sistem pemasaran hasil galian adalah dijual langsung ke konsumen, pengecer, dan ada juga yang tidak dijual. Potensi air dari desa Cijengkol adalah sungai dan mata air dengan debit air sedang. Jumlah sumber air bersih di desa Cijengkol adalah 13 mata air dimanfaatkan oleh 502 Kepala Keluarga, 137 sumur gali dimanfaatkan oleh 137 Kepala Keluarga, empat hidran umum dimanfaatkan oleh 64 Kepala Keluarga, satu PAM dimanfaatkan oleh 154 Kepala Keluarga, dua perpipaan dimanfaatkan oleh 363 Kepala Keluarga, tiga sungai dimanfaatkan oleh 334 Kepala Keluarga dan 39 bak penampung air hujan dimanfaatkan oleh 39 Kepala Keluarga.
Kondisi ekonomi desa Cijengkol dibantu dengan 12 kelompok simpan pinjam dengan tiga kegiatan dan jumlah pengurus beserta anggotanya sejumlah 102 orang dan LED/Raksa Desa dengan dua unit, empat kegiatan dan jumlah pengurus beserta anggotanya sejumlah 207 orang. Jumlah total unit secara keseluruhan sejumlah 14 unit, jumlah kegiatan sejumlah tujuh kegiatan dan jumlah pengurus beserta anggotanya sejumlah 309 orang.

B.   Pengalaman Lapangan
Desa Cijengkol adalah desa yang memiliki taraf kehidupan yang bisa dikatakan cukup sejahtera karena terlihat dari kondisi lingkungannya yang bersih dan asri. Rumah-rumah yang dibangun terlihat sudah layak huni dan mencerminkan bahwa kehidupan warga di desa tersebut sudah sejahtera.
Namun, ketika penulis dengan anggota kelompok menelusuri RW 03 seperti yang sudah dikoordinasikan oleh dosen pembimbing, ternyata masih ada sebagian warga yang taraf kehidupannya bisa dikatakan belum sejahtera. Di antaranya ada yang belum sejahtera karena masalah ekonomi dan ada juga yang memilih untuk tetap hidup dengan cara tradisional karena mereka belum mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Di siang hari, suhu desa ini lumayan panas karena datarannya sudah agak merendah dari kota Bandung. Oleh karena peserta observasi telah beradaptasi dengan suhu kota Bandung, sebagian dari peserta mengeluh kepanasan. Namun, ketika penulis keluar rumah sekitar jam 6 pagi, suhunya sangat dingin. Tidak heran sebagian peserta tidur dengan pulas karena dinginnya suhu di pagi hari.
Salah satu hal yang membuat nyaman di desa tersebut adalah masih jarangnya kendaraan berlalu-lalang di jalan, dan tentunya desa ini memiliki tingkat polusi udara yang cukup rendah. Peserta dan dosen pembimbing juga menemukan semacam sungai di belakang penginapan, dan sebagian dari peserta memanfaatkan sungai tersebut ketika suhu di desa mulai panas. Ada yang berendam dan ada yang sekedar bermain air di sungai tersebut.
Ditemani pemandangan yang masih diramaikan oleh tanaman-tanaman hijau, para peserta sungguh menikmati kegiatan mereka ketika berada di luar. Tidak heran mengapa begitu, karena di kota sudah dipadati oleh bangunan-bangunan dan jumlah pepohonan yang semakin lama semakin berkurang.

C.   Hambatan dan Cara Mengatasinya
Kehidupan desa umumnya berbeda dengan kehidupan di kota. Umumnya penduduk desa belum mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan terutama dalam hal penggunaan teknologi. Penduduk desa masih menggunakan cara-cara tradisional untuk melakukan aktivitas rutinnya.
Awalnya, penulis beserta anggota kelas lainnya tidak mengalami hambatan apapun ketika baru sampai di Desa Cijengkol. Semua terlihat lancar. Namun, pada hari berikutnya, penginapan mahasiswi mengalami kekeringan air. Menurut keterangan, penyaluran air di daerah tersebut mengalami pergiliran sehingga dalam beberapa waktu ada rumah yang tidak mendapatkan penyaluran air. Jadi, untuk mengatasinya, kelompok mahasiswi menumpang mandi di penginapan kelompok mahasiswa.
Hambatan kedua yaitu kondisi jalan yang buruk seperti berlubang, tidak rata, dan licin menyebabkan orang-orang yang mengakses jalan mengalami kesulitan apalagi dengan banyaknya jalan menanjak. Tidak jarang para peserta observasi yang masih terbilang jarang menyentuh pedesaan kurang berhati-hati dalam berjalan.
Hambatan ketiga yaitu susahnya mendapatkan data mengenai jumlah penduduk, pekerjaan penduduk, taraf pendidikan penduduk, dan data-data lain karena kantor kelurahan sudah lama tidak beroperasi.
D.  Profil Keluarga Responden
Ketika observasi dimulai, penulis bersama anggota kelompok lainnya mulai menuju ke RW 03 untuk mewawancarai para penduduk yang menerima program-program bantuan dari pemerintah. Dipandu oleh salah seorang warga desa, masing-masing peserta mengunjungi rumah penduduk yang dituju. Dan penulis mulai melakukan wawancara.
Penduduk yang menjadi responden bernama Dahmin. Beliau adalah seorang pria yang berumur 75 tahun dan tinggal bersama istrinya yang berusia sekitar 5-7 tahun lebih muda darinya menurut pengakuan Pak Dahmin. Pak Dahmin yang menjelaskan bahwa beliau dan istrinya tidak menyelesaikan pendidikan di bangku SD ini memiliki dua orang anak yang sudah bekerja dan tidak tinggal serumah dengan mereka.
Pak Dahmin memang sudah tidak sanggup untuk bekerja lagi. Namun beliau memiliki sawah sendiri dan untuk mengurusnya maka beliau menyerahkan kepengurusan sawah tersebut kepada anaknya. Dan nantinya, beliau menerima hasil panen sawah tersebut dari anaknya.
Mengenai kondisi rumah yang beliau tempati, rumah yang sudah dikategorikan permanen tersebut merupakan rumah pribadi meskipun terlihat sangat sederhana. Beliau sudah menggunakan jasa PDAM untuk keperluan air bersih. Untuk penggunaan air bersih dan juga listrik di rumah, semuanya juga sudah ditangani oleh anaknya mengingat kondisi fisiknya dan kondisi fisik istrinya yang sudah melemah.
Berbicara mengenai kondisi istrinya, Pak Dahmin menjelaskan bahwa istrinya pernah mengalami kecelakaan jatuh dari motor yang ditumpanginya. Saat itu, istrinya pulang dari pasar dan menumpang ojek untuk diantar ke rumah. Di dalam perjalanan, istrinya terjatuh dari motor tersebut namun sayangnya sang istri baru mengeluh sakit dalam 1 bulan terakhir. Menurut Pak Dahmin, istrinya tidak dapat menjalankan fungsi ingatannya dengan baik semenjak beliau mengeluhkan rasa sakit tersebut. Jadi penulis sempat bingung ketika pada awal percakapan, istri Pak Dahmin tidak membalas sedikitpun perkataan dari penulis. Namun, setelah Pak Dahmin menjelaskan kronologis kejadiannya, akhirnya penulis bisa memaklumi.
Keluarga ini makan nasi dua kali sehari dengan lauk yang paling sering dimakan yaitu ikan, telur, tempe, dan tahu. Mengenai kebutuhan lainnya seperti pakaian yang dibeli dua kali setahun, semua telah diurus oleh anaknya sehingga mereka dapat menikmati hari-hari tuanya.
Berbicara mengenai relasi Pak Dahmin, semua berjalan dengan baik seperti hubungan beliau dengan istri, anak-anaknya, tetangga, saudara-saudaranya yang tinggal jauh darinya, pihak RT dan RW, walaupun dalam lingkungan tersebut ada salah seorang warga yang sulit berinteraksi dengan warga sekitar. Pak Dahmin sudah mampu bersosialisasi dengan baik.
E.   Program Perlindungan Sosial
Program bantuan yang diterima oleh Pak Dahmin yaitu raskin. Untuk mendapatkan bantuan ini, Pak Dahmin mengaku tidak mendapatkan informasi yang jelas dari pihak RT, dan pendataan mengenai penduduk yang membutuhkan bantuan tidak sesuai dengan kenyataannya karena masih ada penduduk yang terhitung mampu namun memperoleh bantuan tersebut. Hal ini tentu menyebabkan adanya penduduk dengan kategori tidak mampu tidak mendapatkan bantuan tersebut jika persediaan bantuan terbatas.
Untuk mendapatkan bantuan raskin, Pak Dahmin diminta membelinya di RT  dengan harga 2000 rupiah per liter. Pak Dahmin yang biasanya membeli beras 5 liter itu menggunakan berasnya untuk keperluan makan sehari-hari.
F.    Harapan-harapan Responden
Meskipun Pak Dahmin mengeluh mengenai pembagian raskin yang tidak merata tersebut, namun beliau mengaku tidak pernah melayangkan pengaduan kepada pihak yang berwenang. Dari pengakuan Pak Dahmin tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembagian bantuan tersebut belum berjalan dengan lancar karena masih adanya warga tidak mampu yang tidak mendapatkan bantuan tersebut. Menanggapi hal ini, Pak Dahmin sering membagikan beras yang dibelinya kepada penduduk yang membutuhkan.
Pak Dahmin berharap bahwa nantinya raskin dan bantuan-bantuan lainnya dapat dibagikan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh pemerintah.
G.  Kesimpulan
Melihat kondisi yang telah dipaparkan dari responden, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah belum dibagikan sesuai dengan prosedur disebabkan karena banyak faktor. Dan yang paling utama disebabkan oleh sistem pendataan dari pemerintah yang kurang teliti dan mendaftarkan orang-orang yang tidak memenuhi kriteria untuk menerima bantuan tanpa mereka ketahui bahwa orang-orang tersebut sebenarnya bukan orang yang berhak menerima bantuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar